Sabtu, 08 November 2014

Bimbingan Untuk Anak Menyontek



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
        Pendidikan pada hakikatnya merupakan dasar bagi pengembangan kepribadian yang berlangsung di sekolah. Pendidikan juga bermakna proses membantu individu baik jasmani maupun rohani ke arah terbentuknya kepribadian utama (pribadi yang berkualitas). Umumnya generasi sekarang kurang peduli terhadap lingkungan sosialnya, berpikir instan dan sempit, ingin berhasil tanpa bekerja keras, kurang peduli terhadap masa depan, dan hanya berpikir untuk saat ini saja.
          Terkait di dunia pendidikan, untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berprestasi tinggi maka siswa harus memiliki prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar merupakan tolak ukur maksimal yang di capai siswa setelah melakukan perbuatan belajar selama waktu yang telah di tentukan bersama. Seorang siswa dikatakan mencapai perkembangan secara optimal apabila siswa telah memperoleh pendidikan dan prestasi belajar yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimilikinya.
         Dalam satu sekolah sering kita jumpai permasalahan, baik internal ataupun eksternal. Masalah-masalah tersebut merupakan hambatan dalam usaha mencapai suatu tujuan pendidikan. Mengenai masalah belajar yang terjadi pada siswa, biasanya kurang memiliki kebiasaan yang baik,  seperti pengaturan waktu belajar, cara belajar yang baik dirumah maupun di sekolah, menyelesaikan tugas-tugas PR, dan kurang dalam mempersiapkan diri saat ujian dan berakhir pada kejadian menyontek.Permasalahan yang dialami para siswa disekolah serinng kali tidak dapat di hindari meski dengan pengajaran yang lebih baik. Untuk mencegah permasalahan tersebut, layanan bimbingan dan konseling sangat di butuhkan di sekolah.

Identifikasi Masalah
 Berdasarkan pada latarbelakang masalah, maka dapat di ambil pokok-pokok masalah, yaitu:
1.     Siswa cenderung tidak memiliki kebiasaan yang baik dalam belajar baik di rumah maupun di sekolah
2.     Siswa kurang siap dalam menghadapi ujian sehingga memilih jalan untuk menyontek.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penyusun merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.     Apa penyebab siswa menyontek
2.     Layanan apakah yang dapat diberikan oleh guru Bimbingan Konseling (BK) kepada siswa tersebut

Manfaat Makalah
a.     Menambah wawasan dalam pengembangan ilmu yang berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling
b.     Bahan masukan bagi para calon guru atau mahasiswa PGSD, tentang pentingnya menggunakan layanan individu dan kelompok dalam mengatasi masalah menyontek siswa





BAB II
PEMBAHASAN

II.I   Pengertian Masalah
          Banyak ahli mengungkapkan pengertian masalah, ada yang melihat masalah sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihatnya sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang dan adapula yang mengartikan sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Setiap masalah yang dihadapi seseorang biasanya mengandung satu atau lebih cirri di atas. Untuk mendalami hal tersebut kita dapat melihat diri sendiri sebagai contoh. Adakah suatu hal, kejadian suasana atau gejala yang tidak disukai adanya, yang dapat menimbulkan kesulitan dan kerugian bagi orang laindan atau ingin di hilangkan. Pada dasarnya sekolah dasar (SD) adalah mereka yang berusia berkisar 6-13 tahun. Usia tersebut sedang menjalani tahap pertumbuhan dan perkembangan masa anak-anak dan memasuki masa remaja awal. Anak pada usia SD mempunyai beberapa tugas sesuai dengan proses perkembangan mereka. Apabila tugas-tugas tersebut tidak terpenuhi secara professional maka akan timbul permasalahan siswa SD bersumber pada jenis-jenis tugas perkembangan mereka.
           Shoffter (1986) mengemukakan masalah tingkahlaku siswa sekolah dasar (SD)yang biasa di hadapi oleh guru sekolah dasar yaitu:
1.     Merusak barang-barang sekolah
2.     Suka berbohong
3.     Egois
4.     Sering menyontek
5.     Gaduh di kelas
6.     Keras kepala
7.     Suka mengganggu temannya
8.     Suka bertengkar, dll.

II.2  Definisi Menyontek
            Definisi perilaku menyontek sangat beragam dan dapat ditemukan dalam berbagai literature. Menyontek dalam kamus bahasa Indonesia karangan W.J.S Purwadarminta adalah mencontoh, meniru, atau mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. Pengertian tersebut menunjukan bahwa dalam menyontek seseorang melakukan praktik kecurangan dengan bertanya, member informasi, atau membuat catatan untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Keuntungan tersebut diperoleh tanpa mempertimbangkan aspek moral dan kognitif. 


II.3  Perspektif Psikologi Menyontek
           Perilaku menyontek dalam proses akademik merupakan fenomena yang dapat di gambarkan secara psikologis. Menyontek dalam perspektif psikologis dapat di gambarkan sebagai fenomena yang terkait pada masalah belajar, perkembangan, dan motivasi.
         Dari perspektif belajar, menyontek merupakan strategi yang dikenal dengan sebutan jalan pintas bagi kognitif siswa. Siswa melakukan kegiatan menyontek karena mereka tidak mengetahui cara untuk menggunakan strategi belajar.
         Dari perspektif perkembangan, menyontek mungkin terjadi dalam kuantitas dan kualitas yang berbeda tergantung pada tingkat kognitif, social, dan perkembangan moral siswa. Sebagai contoh, kebanyak anak-anak atau siswa di sekolah dasar lebih memilih menyontek dengan teman terdekatnya. Dan bagi siswa menengah ke atas mereka sudah mulai berani menyontek dengan mencatat nya di kertas atau melalui internet pada handphone nya.



II.4  Penyebab Menyontek
          Menurut Bushway dan Nash, 1977; Schab, 1991; Whitley, 1998; penyebab individu menyontek ada 2, yaitu penyebab Internal dan Eksternal
          Faktor Internal dalam perilaku menyontek adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang apa yang di maksud dengan menyontek atau plagiarism, rendahnya self-efficacy, dan status ekonomi social. Faktor Internal lain adalah keinginan untuk mendapatkan nilai yang tinggi, nilai moral (personal values) dimana siswa menganggap perilaku menyontek sebagai perilaku yang wajar, kemampuan akademik yang rendah, tidak dapat mengatur waktu belajar dengan baik, prokratinasi.
         Faktor Eksternal yang turut menyumbang terjadinya perilaku menyontek adalah tekanan dari teman sebaya, tekanan dari orangtua yang menginginkan anaknya mendapatkan nilai tinggi, peraturan sekolah yang kurang disiplin, dan sikap guru yang tidak tegas terhadap perilaku menyontek.



II.5  Alternatif Penanganan Menyontek
          Dalam menangani kasus siswa yang sering menyontek, guru bimbingan konseling dapat memberikan layanan seperti di bawah ini:
1.     Layanan Konseling Perorangan atau Individu
       Konseling Individual atau perorangan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh konselor kepada konseli yang sedang mengalami suatu masalah, yang bermuara pada teratasinya masalah yang di hadapi konseli. Dengan demikian, sasaran layanan konseling individual adalah subyek yang di duga memiliki masalah tertentu dan membutuhkan pertolongan konselor ubtuk mengatasinya.
          Pada layanan konseling individu ini guru BK atau konselor bertemu tatap muka dengan siswa yang bersangkutan. Menanyakan alasan ia menyontek lalu memberikan informasi atau kekuatan kepada siswa kalau menyontek adalah perbuatan yang negative dan pasti ada dampak yang akan muncul dari perilaku menyontek tersebut. Dan memberikan motivasi belajar kepada siswa bahwa sebuah nilai B dapat di terima jika dari usaha terbaik dengan kejujuran.

2.     Layanan Pembelajaran
         Layanan pembelajaran diberikan kepada siswa agar siswa mampu mengembangkan sikap dan kebiasaan yang baik. Layanan pembelajaran merupakan layanan yang sangat penting untuk diberikan kepada siswa yang bersangkutan.
          Pada layanan ini guru mengembangkan sikap dan kebiasaaan belajar yang baik pada siswa, Sebagai upaya untuk membangkitkan siswa agar tumbuh keinginan untuk belajar, dan terus belajar, juga menanamkan sikap kebiasaan belajar yang baik. Menanamkan belajar adalah kebutuhan.

3.     Layanan konseling kelompok
       Konseling kelompok adalah salah satu upaya bantuan kepada peserta didik dalam suasana kelompok. Layanan konseling kelompok memungkinkan siswa bersama-sama memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah melalui dinamika kelompok dalam konseling kelompok.
 
          Dalam layanan konseling kelompok ini guru Bimbingan Konseling (BK) dapat menggunakan teknik bermain peran, pelatihan asertivitas, humor, sugesti, dukungan, dll. Apa saja yang efektif yang dapat membantu konseli mengubah keyakinan yang sudah menetap dalam. Layanan konseling kelompok tidak hanya bertujuan menghilangkan simtom, tetapi juga membantu memeriksa dan mengubah nilai dasar mereka terutama yang meninggalkan gangguan.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
         Serangkaian yang meliputi dunia pendidikan dewasa ini masih perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Mulai dari tenaga pendidik yang belum mencapai target hingga masalah pada siswa. Sering sekali siswa menjadi penyebab utama proses kegiatan belajar tidak sesuai dengan yang ingin di capai. Masalah yang timbul merupakan kompleksivitas antara masalah yang satu dengan yang lain dan berhubungan erat sehingga saling mempengaruhi.
        Dalam menghadapi siswa yang bermasalah pemberian hukuman terhadap siswa tersebut merupakan jalan yang tidak membuat jera siswa tersebut. Memberikan pelayanan konseling yang sesuai merupakan solusi terbaik untuk merubah sikap siswa yang bermasalah tersebut,

Saran
Untuk menghadapi pemasalahan pada siswa SD di butuhkan peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) yang harus nya tersedia sendiri di semua sekolah di SD. Karena guru BK yang benar-benar mengerti bagaimana cara mengatasi siswa yang bermasalah tersebut.





Daftar Pustaka
Hartanto, Budy. 2011. Bimbingan dan Konseling Menyontek Mengungkap Akar Masalah dan Solusinya. Yogyakarta: Indeks.
Sudrajat,Akhmad.2011. Mengatasi Masalah Siswa Melalui Layanan Konseling Individual Dilengkapi Praktik Terbaik (Best Practice). Kadugede: Paramitra Publishing
Wardawati&Jauhar.2011.Implementasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Sabtu, 18 Januari 2014

Transmigrasi dan produksi pertanian di wilayah marjinal propinsi Lampung



BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
            Pertama-tama perlu diketahui bahwa studi mengenai jumlah, pertumbuhan maupun karakteristik penduduk sudah dikenal sejak jaman dahulu. para ahli filsafat Cina, Yunani dan Arab seperti Confucius, Plato, Aristoteles, maupun Kaldun sudah memikirkan berbagai masalah penduduk yang timbul pada saat itu. Dalam menyusun uraian tersebut mereka menemui menemukan kesulitan karena data kependudukan ternyata masih agak terbatas, apalagi pada masa itu belum banyak Negara yang menyelenggarakan sensus kependudukan dan mencatat kelahiran, kematian, maupun berbagai peristiwa itu secara sistematis. Bersama dengan factor lain misalnya perkawinan, perceraian mobilitas social (perubahan status social) juga akan menentukan struktur atau komposisi penduduk.
              Istilah ‘Demografi” pada hakekatnya di terjemahkan dari bahasa Yunani yang berarti “deskripsi mengenai penduduk”. Menurut definisi yang tercantum di dalam united nations multilingual demographic dictionary” Demografi ialah studi ilmiah yang menyangkut masalah penduduk, terutama dalam kaitannya dengan jumlah, struktur maupun perkembangannya.  Subyek masalah demografi pada hakekatnya lebih di titikberatkan kepada studi kuantitatif mengenai berbagai factor seperti fertilitas, mortalitas,maupun migrasi yang selalu mempengaruhi penduduk secara kontinu, serta menentukan jumlah maupun pertumbuhan penduduk dan disebut sebagai “komponen pertumbuhan penduduk”
I.2 Komposisi Penduduk dan Peristiwa Vital
            Informasi mengenai masalah jemlah dan komposisi penduduk biasanya diperoleh dari hasil perhitungan sensus atau survey demografi sedangkan statistic peristiwa vital biasanya di himpun dari apa yang lebih dikenal dengan system registrasi vital. Di beberapa Negara yang tidak menerapkan system tersebut atau sistemnya tidak berfungsi secara efektif., cara menghimpun statistic peristiwa vital dilakukan melalui survey demografis.
I.3 Sensus Penduduk
           Penyelenggara sensus penduduk dalam segala bentuknya pada hakekatnya dapat dikatakan sama tuanya dengan peradaban manusia. Sensus penduduk yang modern dapat di definisikan sebagai proses pengumpulan, penyusunan, serta penyebarluasan data demografis, social dan ekonomi mengenai sejumlah penjangka waktu tertentu. Operasi statistic tersebut cukup kompleks dan menelan biaya yang tidak sedikit. Biasanya jumlah penduduk dihitung menurut system de facto atau de jure. Sistem de facto mengandung pengertian bahwa setiap orang dihitung  menurut kehadirannya dimanapun pada saat sensus itu di selenggarakan. Sedangkan dengan system de jure diartikan bahwa setiap orang dihitung menurut rumah yang biasa dihuni pada saat sensus diselenggarakan. Kedua system tersebut mengandung beberapa kelebihan maupun kekurangan. kenyataan menunjukan bahwa system de facto lebih banyak diterapkan . Secara teoritis kesua system ini menghasilkan hasil data yang sama .
 I.4 Kepadatan Penduduk
              Kepadatan Penduduk adalah jumlah penduduk disuatu daerah persatuan luas tertentu. Kepadatan Penduduk biasanya dihitung menurut ruang lingkup nasional. Nilai Kepadatan Penduduk diperoleh dengan cara membagi jumlah seluruh penduduk dengan areal tanah; nilai tersebut dinyatakan sebagai jumlah penduduk per satu mil persegi atau kilometer persegi.
Cara menghitung kepadatan penduduk:
Kepadatan Penduduk = (Jumlah Penduduk Total : luas)
 Faktor pendorong persebaran penduduk yaitu:
  1. Faktor Fisiografis (kondisi alam)
  2. Faktor Biologis (kesehatan, biota lingkungan)
  3. Faktor Kebudayaan & Teknologi
Upaya dalam mengatasi persebaran yang tidak merata yaitu dengan:
  1. Mengontrol jumlah penduduk
  2. Pemerataan pembangunan
  3. Penciptaan lapangan kerja
  4. Upaya mendorong pengelolaan lingkungan alam
à Munculah program Transmigrasi
Jenis-jenis Transmigrasi:
  1. Transmigrasi umum
  2. Transmigrasi spontan / swakarsa
  3. Transmigrasi lokal (se-provinsi)
  4. Transmigrasi khusus sektoral (karena bencana alam)
  5. Transmigrasi bedol desa (seluruh pejabat dan warga desa)





BAB II
TRANSMIGRASI dan PRODUKSI PERTANIAN WILAYAH MARGINAL DI PROPINSI LAMPUNG

              Tujuan transmigrasi bukanlah terutama untuk mengurangi kepadatan atau kelebihan penduduk pulau Jawa saja, tetapi seperti termaksud dalam peraturan pemerintah tanggal 17 Februari 1953 No.BU/1-7-2-/501 ialah mempertinggi tingkat kemakmuran rakyat. Berhasil atau tidaknya transmigrasi tidak dapat diukur dengan menghitung jumlah transmigran-transmigran yang dipindahkan.akan tetapi harus dilihat dari keadaan di daerah transmigran sendiri, terutama keadaan penghidupan transmigran yang telah di pindahkan dan hasil pembangunan yang dinyatakan oleh daerah-daerah transmigrasi, terutama dalam lapangan  produksi.
               Transmigrasi dapat dipandang sebagai salah satu unsur dari kerangka eksperimen yang sangat penting dalam usaha pemanfaatan lahan marjinal di Indonesia. Hal ini di kaitkan dengan masalah yang sangat mendesak sehubung dengan peledakan penduduk di pedesaan Jawa dan Bali, dan kadang kala masih di pandang sebagai jawaban dalam mengatasi masalah perkembangan penduduk di Jawa, walaupun pandangan semacam ini tidak dapat di pertahankan lagi. Mungkin alas an yang lebih tepat, adalah kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai bagian hulu di Jawa (melalui pemindahan penduduk secara selektif dari daerah kritis di bagian hulu) dan pembangunan wilayah diluar Jawa. Usaha-usaha transmigrasi pada umumnya dikaitkan dengan situasi politik yang semakin jelas setelah kemerdekaan. Akibatnya, program-program ini di tetapkan dalam waktu yang singkat, yang kadang kala kurang di dasarkan pada keadaan lingkungan (ekologi) setempat, pada kelayakan ekonomi dan teknis, atau ada keperluan social masyarakat setempat. Keterampilan pengelolaan yang terbatas di tingkat pemerintah daerah dan pusat telah pula menghambat perkembangan program pemindahan penduduk. Permasalahan ini tidak saja menggagalkan berbagai proyek dimasalalu, tetapi telah juga mengganggu beberapa usaha pemukiman kembali dewasa ini, walau di tunjang oleh anggaran yang memadai.
          Transmigrasi hanya merupakan salah satu jalur yang mengarah ke perluasan daerah pertanian di pulau lain. Perkebunan tanaman pangan, persawahan dalam skala besar, dan perluasan yang dilakukan petani kecil setempat merupakan beberapa alternative pendektan yang di anggap berkompetisi untuk menduduki lahan yang terbaik. Walaupun usaha transmigrasi di masa mendatang mempunyai peluang keberhasilan yang lebih besar, perlu diketahui implikasi yang luas dari kegagalan program-program dewasa ini.
pertama, kegagalan transmigrasi akan menjadi pukulan hebat terhadap berbagai konsep pertanian skala kecil dalam pembangunan lahan baru, karena proyek-proyek transmigrasi yang didirikan sekarang ini menyediakan berbagai tingkat pengelolaan yang paling intensif yang tersedia.
kedua, berbagai lembaga donor yang saat ini tertarik pada prospek transmigrasi, mungkin akan mengalihkan dana dan bantuan penasihat asing ke kegiatan lain.

          Proyek-proyek pemukiman telah kembali ditetapkan untuk menyediakan berbagai uji tentang transmigrasi dalam berbagai keadaan lingkungan, mencakup padang rumput di daerah hulu (yang mengalami gangguan kebakaran), hutan di dataran tinggi, hutan di dataran rendah, dan hutan rawa di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Diantara pulau-pulau ini, kebanyakan percobaan kebanyakan di Sumatra. Dalam dasawarsa mendatang propinsi-propinsi di pulau ini akan dihubungkan oleh satu jalan raya menelusuri sepanjang kaki gunung dari Aceh sampai ke Lampung. Transmigran-transmigran di mukimkan di tempat yang dapat di jangkau dan berlahan baik di sepanjang jalan raya tersebut.
          Sejarah transmigrasi yang direncanakan pemerintah di propinsi Lampung, telah berlangsung sejak pelaksanaan proyek irigasi dimulai di Pringsewu pada jaman penjajahan Belanda. Dari tahun 1905 hingga tahun 1943 di Provinsi Lampung telah ditempatkan transmigran sebanyak 51.010 KK atau 211.720 jiwa di kawasan Gedong Tataan, Gadingrejo Wonosobo Lampung Selatan, dan kawasan Metro, Sekampung Trimurjo dan Batanghari di Lampung Tengah. Berdasar keberhasilan penempatan pertama tersebut kemudian pada tanggal 12 Desember 1950, sebanyak 23 KK dengan 77 jiwa transmigran ditempatkan di Provinsi Lampung melalui pola Trans Tuna Karya, Trans Bencana Alam dan Trans Pramuka. Tanggal 12 Desember kemudian ditetapkan sebagai Hari Bhakti Transmigrasi. Pada periode 1950 – 1969 penempatan transmigran ke Provinsi Lampung mencapai 53.263 KK atau sebanyak 221.035 jiwa dengan Pola Tanaman Pangan. Total perpindahan penduduk ke Provinsi Lampung melalui program transmigrasi dari tahun 1905 hingga tahun 1969 sejumlah 104.273 KK atau 432.755 jiwa.
Program Transmigrasi pada era Otonomi Daerah.
          Seiring dengan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan transmigrasi, di Provinsi Lampung juga terjadi perubahan orientasi dalam program transmigrasi. Lokasi transmigrasi bukan lagi terkesan ekslusif namun
lebih menyandarkan pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Transmigrasi diposisikan sebagai bagian dari pembangunan daerah. Program
pembangunan transmigrasi lebih diarahkan pada pembangunan UPT yang diintegrasikan dengan desa-desa disekitar. Selain itu juga diarahkan pada peningkatan kualitas pada UPT yang telah ada. Penempatan transmigran di lokasi transmigrasi bukan lagi menggunakan rasio penempatan 80% Transmigran Penduduk Asal (TPA) berbanding 20% Transmigran Penduduk Setempat (TPS), tetapi menggunakan rasio penempatan 50% TPA : 50% TPS. Proses pengiriman dan penempatan transmigran dilakukan melalui mekanisme Kerjasama Antar Daerah (KSAD). Untuk periode 1999 – 2002 ditempatkan sejumlah 1.845 KK atau 7.330 jiwa. Sampai dengan tahun 2002 sebanyak 5
UPT masih dibina dengan jumlah transmigran sebanyak 1.666 KK , yang tersebar di 3 (tiga) Kabupaten.







Kendala dan Masalah Transmigrasi

1. Kendala:
            Kendala-kendala dalam pengembangan program transmigrasi ke depan menyangkut beberapa aspek diantaranya adalah sebagai berikut :
-    Masih adanya tumpang tindih lahan (± 600 Ha) di kawasan Way Cambai dengan lahan HGU PT. SAC Nusantara sehingga sebelum diprogramkan masih diperlukan pencermatan lebih lanjut.
-    Daya dukung lingkungan dan daya tampung areal pencadangan yang kecil sehingga kurang memenuhi skala ekonomi.
-    Jumlah penduduk yang semakin padat sehingga ke depan Provinsi
Lampung diharapkan bukan lagi ebagai daerah penempatan transmigrasi namun lebih tepat diarahkan sebagai daerah pengirim.


2. Permasalahan :
      Permasalahan yang masih ada umumnya berkaitan dengan masalah sarana prasarana, fasilitas sosial dan aspek legal, sebagai berikut :
a. Masalah jaringan jalan.
      Jaringan jalan di kawasan transmigrasi di Provinsi Lampung umumnya mengalami tingkat kerusakan yang cukup parah sehingga menghambat pemasaran hasil produksi transmigran.
b. Masalah fasilitas pelayanan sosial.
      Fasilitas social yang ada masih kurang memadai seiring dengan perkembangan penduduk di kawasan transmigrasi.
c. Masalah Aspek Legal.
      Permasalahan aspek legal (tanah) di Provinsi Lampung sejumlah 47 kasus dimana 7 kasus diantaranya sudah diselesaikan. Dari 47 kasus tersebut dapat dikelompokkan menjadi 5 macam kasus yaitu :

-  Tuntutan ganti rugi tanah oleh masyarakat adat sejumlah 1 kasus.
-  Tuntutan ganti rugi tanah oleh penduduk setempat sejumlah 20 kasus dan sudah diselesaikan 3 kasus.
-  Tuntutan pemenuhan hak transmigran sejumlah 8 kasus dan sudah diselesaikan 2 kasus.
-  Tumpang tindih lahan sejumlah 8 kasus dan sudah diselesaikan 2 kasus.
-  Okupasi Lahan Transmigran sejumlah 10 kasus








PENGALAMAN-PENGALAMAN DI DAERAH TRANSMIGRASI
       Pengalaman para transmigran sangat berbeda, bukan hanya karena lingkungan alamiahnya tidak sama disemua daerah pemukiman akan tetapi juga karena bantuan biaya serta fasilitas lain yang disediakan oleh pemerintah tidak sama. Selama program transmigrasi muali di selenggarakan sejak tahun 1950 dapat dikatakan tidak pernah ada keseragaman dalam jenis maupun jumlah bantuan yang diberikan kepada transmigran-transmigran yang di sponsori oleh pemerintah.
Diantara transmigran sendiri terdapat tiga golongan, yaitu: Transmigran umum yang menerima bantuan penuh dari pemerintah, Transmigran swakarsa yang sama sekali tidak dapat bantuan, dan Transmigran yang di tempatkan di proyek transmigran umum dengan hanya sebagian dari bantuan yang diberikan kepada transmigran umum. Golongan ketiga ini sering disebut “transmigran spontan dengan atau bantuan biaya”
           Program transmigran dewasa ini menghadapi suatu tugas yang sangat berat, bukan saja dalam memindahkan serta menempatkan para transmigran namun juga dalam pembimbingan mereka setelah penempatan. Antara tahun 1975/76 dan tahun 1980/81 seluruhnya ada 212 proyek yang diserahterimakan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada Mentri Dalam Negeri.


DAFTAR PUSTAKA



Pollard, A.H dan Yusuf Farhat (1984), Teknik Demografi. Jakarta: PT. BINA ASKARA
Hanson, A.J., (1981), Transmigration and Marginal Land Development dalam G.E. Hansen (ed.), (1981), Agricultural and Rural Development in Indonesia, Boulder: Westview Press